Sejarah perjalanan perkembangan keyakinan dan pemikiran umat
manusia tentang pendidikan telah melahirkan sejumlah ajaran filsafat yang
melandasinya.Ajaran filsafat adalah hasil pemikiran sesorang atau beberapa ahli
filsafat tentang sesuatu secara fundamental.Dalam memecahkan suatu masalah
terdapat pebedaan di dalam penggunaan cara pendekatan, hal ini melahirkan
kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula, walaupun masalah yang dihadapi sama.
Perbedaan ini dapat disebabkan pula oleh faktor-faktor lain seperti latar
belakangpribadi para ahli tersebut, pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran
manusia di suatu tempat.
Ajaran filsafat yang berbada-beda tersebut, oleh para
peneliti disusun dalam suatu sistematika dengan kategori tertentu, sehingga
menghasilkan klasifikasi. Dari sinilah kemudian lahir apa yang disebut aliran
filsafat.Banyak pemikiran-pemikiran dari para ahli filsafat masa lampau yang
menghasilkan banyak aliran dalam filsafat. Semua aliran yang didasari atas
pemikiran yang mendalam tersebut adalah sebagai berikut:
A. Naturalisme.
Aliran filsafat naturalisme lahir sebagai reaksi terhadap
aliran filasafat pendidikan Aristotalian-Thomistik, dengan tokohnya antara
lain. J.J. Rousseau (1712-1778) dan Schopenhauer (1788-1860 M).Naturalisme
lahir pada abad ke 17 dan mengalami perkembangan pada abad ke 18.Naturalisme
berkembang dengan cepat di bidang sains.Ia berpandangan bahwa “Learned heavily
on the knowledge reported by man’s sense”[1].
Secara definitif naturalisme berasal dari kata
“nature.”Kadang pendefinisikan “nature” hanya dalam makna dunia material saja,
sesuatu selain fisik secara otomatis menjadi “supranatural.”Tetapi dalam
realita, alam terdiri dari alam material dan alam spiritual, masing-masing
dengan hukumnya sendiri.Era Pencerahan, misalnya, memahami alam bukan sebagai
keberadaan benda-benda fisik tetapi sebagai asal dan fondasi kebenaran.Ia tidak
memperlawankan material dengan spiritual, istilah itu mencakup bukan hanya alam
fisik tetapi juga alam intelektual dan moral>
Salah satu ciri yang paling menakjubkan dari alam semesta
adalah keteraturan.Benak manusia sejak dulu menangkap keteraturan ini.Terbit
dan tenggelamnya Matahari, peredaran planet-planet dan susunan bintang-bintang
yang bergeser teratur dari malam ke malam sejak pertama kali manusia menyadari
keberadaannya di dalam alam semesta, hanya merupakan contoh-contoh
sederhana.Ilmu pengetahuan itu sendiri hanya menjadi mungkin karena keteraturan
tersebut yang kemudian dibahasakan lewat hukum-hukum matematika.Tugas ilmu
pengetahuan umumnya dapat dikatakan sebagai menelaah, mengkaji, menghubungkan
semua keteraturan yang teramati.Ilmu pengetahuan bertujuan menjawab pertanyaan
bagaimana dan mengapa.Namun khusus untuk kosmologi, pertanyaan ‘mengapa’ ini di
titik tertentu mengalami kesulitan yang luar biasa.
Naturalisme merupakan teori yang menerima “nature” (alam)
sebagai keseluruhan realitas. Istilah “nature” telah dipakai dalam filsafat
dengan bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik yang dapat dilihat oleh
manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan waktu. Natura
adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam.Istilah naturalisme
adalah sebaliknya dari istilah supernaturalisme yang mengandung pandangan
dualistik terhadap alam dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di atas atau di
luar alam.
Aliran filsafat naturalisme didukung oleh tiga aliran besar
yaitu realisme, empirisme dan rasionalisme.Pada dasarnya, semua penganut
naturalisme merupakan penganut realisme, tetapi tidak semua penganut realisme
merupakan penganut naturalisme.Imam Barnadib menyebutkan bahwa realisme
merupakan anak dari naturalisme.Oleh sebab itu, banyak ide-ide pemikiran
realisme sejalan dengan naturalisme.Salah satunya adalah nilai estetis dan etis
dapat diperoleh dari alam, karena di alam tersedia kedua hal tersebut.
B. Pragmatisme.
Konsep pragmatisme mula-mula dikemukan oleh Charles Sandre
Peirce pada tahun 1839. Dalam konsep tersebut ia menyatakan bahwa, sesuatu dikatakan
berpengaruh bila memang memuat hasil yang praktis. Pada kesempatan yang lain ia
juga menyatakan bahwa, pragmatisme sebenarnya bukan suatu filsafat, bukan
metafisika, dan bukan teori kebenaran, melainkan suatu teknik untuk membantu
manusia dalam memecahkan masalah. Dari kedua pernyataan itu tampaknya Pierce
ingin menegaskan bahwa, pragmatisme tidak hanya sekedar ilmu yang bersifat
teori dan dipelajari hanya untuk berfilsafat serta mencari kebenaran belaka,
juga bukan metafisika karena tidak pernah memikirkan hakekat dibalik realitas,
tetapi konsep pragmatisme lebih cenderung pada tataran ilmu praktis untuk
membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia.
Jika ditelusuri dari akar kata, pragmatisme berasal dari
perkataan “pragma” yang berarti praktek atau aku berbuat. Maksud dari perkataan
itu adalah, makna segala sesuatu tergantung dari hubungannya dengan apa yang
dapat dilakukan. Diulas dalam buku Pengantar Filsafat bahwa, tampaknya jalan
pikiran Pierce tak lebih dari sebuah keinginan untuk mewujudkan pragmatisme
sebagai ilmu yang mengorientasikan diri kepada makna praktis dari konsekuensi
yang ditimbulkan oleh sebuah tindakan.Jika tidak menimbulkan konskuensi yang
praktis maka tidak ada makna yang dikandungnya. Karena itu,munculah sebuah
semboyan bahwa, “Apa yang tidak mengakibatkan perbedaan tidak mengandung
makna”.
Sebagian penganut pragmatisme yang lain mengatakan bahwa,
suatu ide atau tanggapan dianggap benar, jika ide atau tanggapan tersebut
menghasilkan sesuatu, yakni jalan yang dapat membawa manusia ke arah
penyelesaian masalah secara tepat (berhasil). Seseorang yang ingin membuat hari
depan, ia harus membuat kebenaran, karena masa depan bukanlah sesuatu yang
sepenuhnya ditentukan oleh masa lalu. Bahkan, Budi Darma mengatakan bahwa, masa
depan itu tidak ada, masa lalu juga tidak ada, yang ada adalah masa sekarang
maka berjuanglah untuk saat ini. Inti dari peryataan tersebut adalah, kebenaran
pragmatik merupakan kebenaran yang bersifat fungsional, berguna atau
praktis.Segala sesuatu dianggap benar jika ada konsekuensi yang bersifat
manfaat bagi hidup manusia. Sebuah tindakan akan memiliki makna jika ada
konsekuensi praktis atau hasil nyata yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Masa lalu dan masa depan adalah sesuatu yang telah dan belum terjadi. Sementara
itu, masa sekarang adalah fakta, maka hadapilah kenyataan sekarang dengan penuh
perjuangan.
Pada abad ke-20 ada aliran filsafat yang pengaruhnya dalam
dunia cukup besar, yaitu aliran filsafat pragmatisme.Pragmatisme merupakan
gerakan filsafat Amerika yang menjadi terkenal selama satu abad terakhir.Aliran
filsafat ini merupakan suatu sikap, metode dan filsafat yang memakai
akibat-akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan sebagai ukuran untuk
menetapkan nilai kebenaran.
Kelompok pragmatisme bersikap kritis terhadap sistem-sistem
filsafat sebelumnya seperti bentuk-bentuk aliran materialisme, idealisme dan
realisme. Mereka mengatakan bahwa pada masa lalu filsafat telah keliru karena
mencari hal-hal mutlak, yang ultimate, esensi-esensi abadi, substansi, prinsip
yang tetap dan sistem kelompok empiris, dunia yang berubah serta
problema-problemanya, dan alam sebagai sesuatu dan manusia tidak dapat
melangkah keluar daripadanya.
Salah seorang tokoh Pragmatisme adalah William James
(1842-1910), ia memandang pemikirannya sendiri sebagai kelanjutan empirisme
inggris, namun empirismenya bukan merupakan upaya untuk menyusun kenyataan
berdasar atas fakta-fakta lepas sebagai hasil pengamatan. James membedakan dua
macam bentuk pengetahuan :
Pengetahuan
yang langsung diperoleh dengan jalan pengamatan.<
Pengetahuan tidak langsung yang diperoleh dengan melalui
pengertian.
Kebenaran itu suatu proses, suatu ide dapat menjadi benar
apabila didukung oleh peristiwa-peristiwa sebagai akibat atau buah dari ide
itu. Oleh karena kebenaran itu hanya suatu yang potensial, baru setelah verifikasi
praktis (berdasarkan hasil/buah pemikiran), kebenaran potensial menjadi real.
C. Idealisme.
Idealisme ialah filsafat yang pandangan yang menganggap atau
memandang ide itu primer dan materi adalah sekundernya, dengan kata lain
menganggap materi berasal dari ide atau diciptakan oleh ide.Jadi pengertian
idealisme itu bukanlah seperti yang dianggap orang bahwa kaum Idealis adalah
orang-orang yang menjunjung tinggi kesucian, lebih mementingkan berpikir dari
pada makan, dll.Aliran Idealisme/Spritualisme, yang mengajarkan bahwa ide atau
spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia. Idealisme adalah
aliran filsafat yang menekankan “idea" (dunia roh) sebagai objek
pengertian dan sumber pengetahuan. Idealisme berpandangan bahwa segala sesuatu yg
dilakukan oleh manusia tidaklah selalu harus berkaitan dengan hal-hal yang
bersifat lahiriah, tetapi harus berdasarkan prinsip kehorhanian (idea). Oleh
sebab itu, Idealiseme sangat mementingkan perasaan dan fantasi manusia sebagai
sumber pengetahuan.
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid
Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang
mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata
bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan
bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita
melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta
menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak
mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan
idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi
gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan
idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap.
Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli.
Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa
dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang
tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang
dikatakan dunia idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang
realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil
adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas
menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka
yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi
yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah,
dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak.
Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun
mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat
superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara
hidup menurut kebenaran tertinggi.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal
dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu,
sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia
dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia
akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk
mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami
sehari-hari.
Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan norahi yang berupa
angan-angan untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan
metafisis di luar alam yang nyata. Menurut Berguseon, rohani merupakan sasaran
untuk mewujudkan suatu visi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan
melihat kenyataan bukan sebagai materi yang beku maupun dunia luar yang tak
dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978:36).
Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan
sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak yaitu apa yang
dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang
datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua,
adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea),
gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan
asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang
tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang
nyata di alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan
bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar.
Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari
idea adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia
idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami
perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia
menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan
materi bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat
yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh
atau sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang
keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan
dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada
kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu
lainnya. Oleh karena itu, adanya hubungan rohani yang akhirnya membentuk
kebudayaan dan peradaban baru (Bakry, 1992:56). Maka apabila kita menganalisa
pelbagai macam pendapat tentang isi aliran idealisme, yang pada dasarnya
membicarakan tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk
mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber pengetahuan
terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan
dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam idealisme disebut
dengan idea.
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir
mereka dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah
alam pikiran. Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan
dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Namun
pada porsinya, para filosof idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan
tentang hakikat alam yang sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari
bentuk-bentuk di luar benda yang nyata sehingga yang kelihatan apa di balik
nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk mengenal alam
raya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain
karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik
yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi, Sebagaimana
Phidom mengetengahkan, dua prinsip pengenalan dengan memungkinkan alat-alat
inderawi yang difungsikan di sini adalah jiwa atau sukma. Dengan demikian,
dunia pun terbagi dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak nyata, dunia
kelihatan (boraton genos) dan dunia yang tidak kelihatan (cosmos neotos).
Bagian ini menjadi sasaran studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej,
2988:19).
Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana
pengenalan terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di
hadapan manusia. Sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui
apa di balik alam nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang
ada dalam ajaran idealisme khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran
Platonisme ini bersifat lebih banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada
menampilkannya dan mencari dalil dan keterangan hakikat itu sendiri. Oleh karena
itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu bersifat dinamis dan tetap
berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun adanya buah pikiran Plato itu maka
ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat
dan buah pikirannya yang pokok dan utama.
Antara lain Betran Russel berkata: Adapun buah pikiran
penting yang dibicarakan oleh filsafat Plato adalah: kota utama yang merupakan
idea yang belum pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua,
pendapatnya tentang idea yang merupakan buah pikiran utama yang mencoba
memecahkan persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu yang sampai sekarang
belum terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan dalil yang dikemukakannya
tentang keabadian. Yang keempat, buah pikiran tentang alam/cosmos, yang kelima,
pandangannya tentang ilmu pengetahuan (Ali, 1990:28).
Aliran-aliran dalam filsafat Idealisme
1. Idealisme Obyektif
Idealisme obyektif adalah suatu aliran filsafat yang
pandangannya idealis, dan idealismenya itu bertitik tolak dari ide universil
(Absolute Idea- Hegel / LOGOS-nya Plato) ide diluar ide manusia.Menurut
idealisme obyektif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil
dari ciptaan ide universil.
Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui
sesuatu yang bukan materiil, yang ada secara abadi diluar manusia, sesuatu yang
bukan materiil itu ada sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia dan
segala pikiran dan perasaannya.Dalam bentuknya yang amat primitif pandangan ini
menyatakan bentuknya dalam penyembahan terhadap pohon, batu dsb-nya.
Akan tetapi sebagai suatu system filsafat, pandangan dunia
ini pertama-tama kali disistimatiskan oleh Plato (427-347 S.M), menurut Plato
dunia luar yang dapat di tangkap oleh panca indera kita bukanlah dunia yang
riil, melainkan bayangan dari dunia “idea” yang abadi dan riil.Pandangan dunia
Plato ini mewakili kepentingan klas yang berkuasa pada waktu itu di Eropa yaitu
klas pemilik budak.Dan ini jelas nampak dalam ajarannya tentang masyarakat
“ideal”.
Pada jaman feodal, filsafat idealisme obyektif ini mengambil
bentuk yang dikenal dengan nama Skolastisisme, system filsafat ini memadukan
unsur idealisme Aristoteles (384-322 S.M), yaitu bahwa dunia kita merupakan
suatu tingkatan hirarki dari seluruh system hirarki dunia semesta, begitupun
yang hirarki yang berada dalam masyarakat feodal merupakan kelanjutan dari
dunia ke-Tuhanan. Segala sesuatu yang ada dan terjadi di dunia ini maupun dalam
alam semesta merupakan “penjelmaan” dari titah Tuhan atau perwujudan dari ide
Tuhan. Filsafat ini membela para bangsawan atau kaum feodal yang pada waktu itu
merupakan tuan tanah besar di Eropa dan kekuasaan gereja sebagai “wakil” Tuhan
didunia ini. Tokoh-tokoh yang terkenal dari aliran filsafat ini adalah:
Johannes Eriugena (833 M), Thomas Aquinas (1225-1274 M), Duns Scotus (1270-1308
M), dsb.
Kemudian pada jaman modern sekitar abad ke-18 muncullah
sebuah system filsafat idealisme obyektif yang baru, yaitu system yang
dikemukakan olehGeorge.W.F Hegel (1770-1831 M). Menurut Hegel hakekat dari
dunia ini adalah “ide absolut”, yang berada secara absolut dan “obyektif”
didalam segala sesuatu, dan tak terbatas pada ruang dan waktu. “Ide absolut”
ini, dalam prosesnya menampakkan dirinya dalam wujud gejala alam, gejala
masyarakat, dan gejala fikiran.Filsafat Hegel ini mewakili klas borjuis Jerman
yang pada waktu itu baru tumbuh dan masih lemah, kepentingan klasnya
menghendaki suatu perubahan social, menghendaki dihapusnya hak-hak istimewa
kaum bangsawan Junker.Hal ini tercermin dalam pandangan dialektisnya yang
beranggapan bahwa sesuatu itu senantiasa berkembang dan berubah tidak ada yang
abadi atau mutlak, termasuk juga kekuasaan kaum feodal.Akan tetapi karena
kedudukan dan kekuatannya masih lemah itu membuat mereka tidak berani
terang-terangan melawan filsafat Skolatisisme dan ajaran agama yang berkuasa
ketika itu.
Pikiran filsafat idealisme obyektif ini dapat kita jumpai
dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai macam bentuk. Perwujudan paling
umum antara lain adalah formalisme dan doktriner-isme. Kaum doktriner dan
formalis secara membuta mempercayai dalil-dalil atau teori sebagai kekuatan
yang maha kuasa , sebagai obat manjur buat segala macam penyakit, sehingga
dalam melakukan tugas-tugas atau menyelesaikan persoalan-persoalan praktis
mereka tidak bisa berfikir atau bertindak secara hidup berdasarkan situasi dan
syarat yang kongkrit, mereka adalah kaum “textbook-thingking”.
2. Idealisme
Subyektif
Idealisme subyektif adalah filsafat yang berpandangan
idealis dan bertitik tolak pada ide manusia atau ide sendiri.Alam dan
masyarakat ini tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu yang timbul dan
terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide manusia
atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah sebuah
ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia.
Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah seorang
uskup inggris yang bernama George Berkeley (1684-1753 M), menurut Berkeley
segala, sesuatu yang tertangkap oleh sensasi/perasaan kita itu bukanlah
bukanlah materiil yang riil dan ada secara obyektif. Sesuatu yang materiil
misalkan jeruk, dianggapnya hanya sebagai sensasi-sensasi atau kumpulan
perasaan/konsepsi tertentu (“bundles of conception” David Hume (1711-1776 M),
-ed), yaitu perasaan / konsepsi dari rasa jeruk, berat, bau, bentuk dsb. Dengan
demikianBerkeley dan Hume menyangkal adanya materi yang ada secara obyektif,
dan hanya mengakui adanya materi atau dunia yang riil didalam fikirannya atau
idenya sendiri saja.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari filsafat ini adalah,
kecenderungan untuk bersifat egoistis “Aku-isme” yang hanya mengakui yang riil
adalah dirinya sendiri yang ada hanya “Aku”, segala sesuatu yang ada diluar
selain “Aku” itu hanya sensasi atau konsepsi-konsepsi dari “Aku”. Untuk
berkelit dari tuduhan egoistis dan mengedepankan “Aku-isme/solipisme” Berkeley
menyatakan hanya Tuhan yang berada tanpa tergantung pada sensasi.
Filsafat Berkeley dan Hume ini adalah filsafat Borjuasi
besar Inggris pada abad ke-18, yang merupakan kekuatan reaksioner menentang
materialisme klasik Perancis, sebagai manifestasi dari kekuatiran atas revolusi
di Inggris pada waktu itu.
Pada abad ke-19, Idealisme subyektif mengambil bentuknya
yang baru yang terkenal dengan nama “Positivisme”, yang di kemukakan pertama
kali olehAguste Comte (1798-1857 M), menurutnya hanya “pengalaman”-lah yang
merupakan kenyataan yang sesungguhnya , selain dari pada itu tidak ada lagi kenyataan,
dunia adalah hasil ciptaan dari pengalaman, dan ilmu hanya bertugas untuk
menguraikan pengalaman itu. Dan masih banyak lagi pemikir-pemikir yang lainnya
dalam filsafat ini, misalnya saja William Jones (1842-1910 M) dan John Dewey
(1859-1952), keduanya berasal dari Amerika Serikat dan pencetus ide
“pragmatisme”, menurut mereka Pragmatisme adalah suatu filsafat yang
menggunakan akibat-akibat praktis dari ide-ide atau keyakinan-keyakinan sebagai
suatu ukuran untuk menetapkan nilai dan kebenarannya. Filsafat seperti ini
sangat menekankan pada pandangan individualistic, yang mengedepankan sesuatu
yang mempunyai keuntungan atau “cash-value”(nilai kontan)-lah yang dapat
diterima oleh akal si “Aku” tsb. Pragmatisme berkembang di Amerika dan adalah
filsafat yang mewakili kaum borjuasi besar di negeri yang katanya “the biggest
of all”. Sebab dari pandangan filsafat seperti ini Imperialisme, tindakan
eksploitasi dan penindasan dapat dibenarkan selama dapat mendapatkan keuntungan
untuk si “Aku”.